Halaman

Kamis, 19 Januari 2012

Selamatkan Pencemaran Udara Penyebab Punahnya Bumi Dengan Sansiviera trifasciata


Udara merupakan salah satu contoh lingkungan fisik yang terdiri dari 78% Nitrogen, 20% Oksigen, 0,93% Argon, 0,03% Karbon Dioksida (CO2), dan sisanya berupa Neon (Ne), Helium (He), Methan (CH4), dan gas Hidrogen (H2). Apabila komposisi udara normal mengalami perubahan dan penambahan gas – gas lain yang menimbulkan gangguan kesehatan maka udara mengalami pencemaran (Soedomo, 2001).
Pencemaran udara sebagaimana tercantum dalam Undang – Undang No 23 Tahun 1997 adalah masuk atau dimasukkannya zat, energi, atau makhluk hidup ke dalam lingkungan udara oleh karena kegiatan manusia tau alam dan / atau perupahan tatanan yang menyebabkan turunnya kualitas udara sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana peruntukannya. Sumber pencemaran udara yaitu dari kegiatan alam (internal) dan faktor lain (eksternal) seperti transportasi kendaraan bermotor. Kota Yogyakarta yang mempunyai luas sekitar 32,5 km2 merupakan wilayah yang cukup padat dengan berbagai aktivitas yaitu pendidikan, usaha, pariwisata, kegiatan pabrik, dan kegiatan rumah tangga. Aktivitas – aktivitas tersebut menimbulkan dampak yaitu pencemaran udara yang ditimbulkan dari pergerakan manusia terutama transportasi.
Menurut sekretaris Balai Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Puji Astuti, hingga kini asap dari kendaraan bermotor masih menjadi penyebab utama polusi udara di Yogyakarta. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta, berakibat pada memburuknya kualitas udara bahkan di titik tertentu sudah melebihi batas. 
Hasil uji udara ambien tahun 2010 di Jalan Godean KM 4,5 CO2 283985 gr/m3, NO2 0,28 gr/m3, SOx 0,8173 gr/m3, dan CO 0,238624 gr/m3. Sesuai Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No 153 tahun 2002 tentang baku mutu udara ambien, yaitu CO yang diperbolehkan adalah 30.000 µg/m3. Dari data tersebut menunjukkan bahwa CO sudah melebihi Nilai Ambang Batas (NAB).
Dampak pencemaran udara tersebut adalah meningkatnya suhu lokal maupun global, penyakit pernafasan, meningkatnya timbal dalam darah, darah tinggi, gangguan jantung, dan penurunan IQ terutama pada anak. Karbon monoksida dan Hidrokarbon yang meningkat dapat menyebabkan berat badan bayi rendah dan meningkatkan kematian bayi serta kerusakan otak dan dalam jumlah yang kecil dapat menimbulkan gangguan jantung serta gerakan otot (Moore Curtis, 2007).
Pemerintah Kota Yogyakarta melalui BLH juga telah melakukan program Langit Biru yang bertujuan untuk mengendalikan dan mencegah pencemaran udara serta mewujudkan perilaku sadar lingkungan pada sumber pencemar terutama kendaraan bermotor yang jumlahnya terus meningkat. Namun program tersebut belum sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat karena kurangnya kesadaran dalam melindungi bumi ini. Selain itu karena alasan untuk lebih cepat dan mudah dengan tetap menggunakan kendaraan bermotor, serta kurangnya lahan untuk melakukan program penghijauan di kota.
Menurut Murdoko (2007), tanaman hias lidah mertua (Sansevieria trifasciata) mengandung bahan aktif pregnane glikosid yang mampu mereduksi polutan menjadi asam organik, gula, dan senyawa asam amino. Tanaman ini banyak dijumpai di halaman rumah karena tanaman ini mudah dalam perbanyakan dan mudah didapatkan serta tidak membutuhkan air dalam jumlah yang banyak untuk tumbuh dan berkembang. Riset yang telah dilakukan oleh Wolverton Environmental Service menyebutkan bahwa sehelai daun Sansevieria trifasciata mampu menyerap formaldehid sebanyak 0,938 µg/jam.
Berdasarkan uraian tersebut, untuk memberikan alternatif yang mudah dalam pengendalian pencemaran udara dengan menggunakan tanaman hias lidah mertua (Sansevieria trifasciata ) maka penulis tertarik untuk mengangkat judul Selamatkan Udara yang dapat Menjadi Penyebab Punahnya Bumi dengan Sansevieria trifasciata. 

Pencemaran Udara
 Pencemaran udara terjadi apabila ada perubahan komponen udara normal dalam waktu dan konsentrasi tertentu yang dapat menimbulkan akibat buruk pada manusia, binatang, tumbuhan, dan benda lain. Salah satu sumber utama penyebab pencemaran udara yaitu emisi sumber pencemar bergerak atau kendaraan bermotor. Pertumbuhan jumlah kendaraan yang sangat pesat menyebabkan kemacetan lalu lintas bertambah sehingga menambah bahan pencemar di udara. Apalagi masyarakat banyak menggunakan bakar bensin (premium) daripada bensin tanpa timbal (pertamax karena alasan ekonomi lebih murah, padahal bensin mengandung timbal yang mencemari udara dan berdampak pada manusia yang menghirup udara tersebut.
Berikut ini perkiraan prosentase komponen pencemaran yang bersumber dari transportasi :
Tabel 1.    Perkiraan Prosentase Komponen Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor di Indonesia
Komponen Pencemar
Prosentase
CO
70,50%
NOx
8,89%
SOx
0,83%
HC
18,34%
Partikel
1,33%
Sumber : Wardhana (2004)
Kendaraan bermotor mengeluarkan zat 0 zat berbahaya seperti timbal atau timah hitam (Pb), Suspended Particulate Matter (SPM), Nitrooksida (NOx), Hidrokarbon (HC), Karbon Monoksida (CO), dan Oksida Fotokimia (OX). Kendaraan bermotor menyumbang hampir 100% timbal, 13-44% Suspended Particulate Matter (SPM), 71-89% Hidrokarbon (HC), 34-73% Nitrooksida (NOx), dan hampir seluruhnya Karbon Monoksida (CO) (Soedomo, 2001).
Dampak pencemaran udara yaitu pada kesehatan dan lingkungan. Dampak kesehatan mengakibatkan penyakit ISPA (sesak napas, batuk, dan sakit pernafasan lainnya), meningkatnya timbal dalam darah (mengganggu fungsi ginjal, fungsi reproduksi pria, memicu asma dan kanker, darah tinggi, dan penurunan IQ pada anak), menurunkan berat badan bayi, meningkatkan kematian bayi, kerusakan otak, pusing, pingsan, penurunan kesadaran dan sistem kontrol syaraf, iritasi mata, ginjal, dan gangguan jantung bahkan dapat menyebabkan kematian. Dampak pada lingkungan dapat meningkatkan efek gas rumah kaca yang menjadi penyebab global warming.
Dengan mengetahui berbagai dampak dari pencemaran udara tersebut maka perlu dilakukan penanganan untuk mengurangi pencemaran udara di antaranya penanggulangan kemacetan lalu lintas melalui program seo segawe (sepeda kanggo sekolah lan nyambut gawe), uji emisi, penggantian bahan bakar premium menjadi pertamax, dan melaksanakan program penghijauan. Penanaman pohon berindang untuk mengurangi pencemar udara hanya dapat dilakukan di titik –titik yang memungkinkan dan mempunyai lahan yang cukup, sehingga tidak dapat ditanam di sepanjang jalan. Oleh karena itu diperlukan tanaman yang dapat menyerap gas pencemar udara yang dapat ditanam di semua tempat tanpa memerlukan lahan yang luas. 
Tanaman Sansevieria trifasciata
Berdasarkan bentuk daunnya tanaman Sanseviera atau yang dikenal di Indonesia bernama lidah mertua sebenarnya berasal dari Amerika Timur dengan jumlah lebih dari 600 spesies alami. Tanaman ini terbagi menjadi 2 jenis yaitu jenis yang berdaun panjang dimana daun tumbuh memanjang ke atas dengan ukuran 50-75 cm, memiliki daun yang meruncing seperti pedang dan jenis berdaun pendek melingkar dalam bentuk roset dengan panjang 8 cm dan lebar 3-6 cm. Kedua jenis ini berdaun tebal dan memiliki kandungan air sukulen, sehingga tahan kekeringan. Warna daunnya hijau dengan kombinasi putih kuning atau hijau kuning, dengan motif khasnya yang beralur mengikuti arah serat daun, namun ada pula yang tidak beraturan.
Klasifikasi Tanaman Sansevieria trifasciata dalam sistematika tumbuhan yaitu :
Kingdom       : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi  : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi             : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas            : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
 Sub Kelas    : Liliidae
Ordo             : Liliales
Famili            :
Agavaceae
Genus           :
Sansevieria
Spesies         : Sansevieria trifasciata
Tanaman Sansevieria trifasciata banyak tumbuh di Indonesia dan beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi antara 600-1400 meter di atas permukaan laut, temperatur siang hari 20-22,5oC dan pada malam hari 15-17,5oC, tanaman ini dapat hidup dalam berbagai kondisi (Anonim, 2005).
Sansevieria trifasciata termasuk tanaman yang tahan banting sehingga tidak sulit untuk merawatnya. Sansevieria trifasciata termasuk tanaman hias.  Selain itu tanaman ini mudah didapatkan serta mudah diperbanyak. Sansevieria trifasciata tidak membutuhkan air dalam jumlah banyak untuk tumbuh dan berkembang karena tanaman ini paling tahan kering sehingga tidak perlu disiram setiap hari. Penelitian hidroponik sistem irigasi tetes untuk melihat kebutuhan air Sansevieria trifasciata pernah dilakukan, paling baik diberi air 20 mililiter/tanaman/minggu. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara generatif dengan biji ataupun secara vegetatif dengan stek, pemisahan anakan, cabut pupuk, dan kultur jaringan (cloning) (Wijayani, 2007). 

Berdasarkan hasil penelitian Badan Penelitian Amerika Serikat (NASA) menyebutkan bahwa tanaman Sansevieria trifasciata mampu menyerap lebih dari 107 unsur polutan berbahaya yang ada di udara khususnya di daerah padat lalu lintas. Kemampuan menyerap zat polutan itu, dikarenakan adanya bahan aktif pregnane glikosid pada tanaman tersebut, yang berfungsi untuk mereduksi polutan menjadi asam organic, gula dan asam amino. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa satu helai daun tanaman Sansevieria trifasciata dapat menyerap 0.938 mikrogram per jam formalheid, suatu zat yang bila terakumulasi dalam tubuh dapat mengakibatkan kanker. 

Reaksi Pembersihan Udara oleh Sansevieria trifasciata
Tanaman Sansevieria trifasciata berupa daun yang merupakan proses fotosintesis. Permukaan atas daun tertutup selapis sel tunggal yang menyusun epidermis atas. Sel – sel ini sedikit atau tidak memiliki kloroplas. Karena itu agak transparan dan membiarkan sebagian besar cahaya yang mengenainya melewati sel – sel di bawahnya. Sel – sel tersebut juga mengeluarkan zat transparan seperti lilin yang dinamakan kutin. Bahan ini membentuk kutikula yang berfungsi sebagai penghalang lembab di permukaan atas daun tersebut, jadi mengurangi hilangnya air dalam daun.
Proses pembersihan udara dari gas beracun oleh Sansevieria trifasciata dilakukan pada saat tanaman ini fotosintesis. Tanaman ini menyerap polutan udara kemudian polutan direduksi oleh bahan aktif pregnane glikosid. Hasil dari proses fotosintesis berupa oksigen segar dan hasil uraian polutan menjadi asam organik, gula, dan senyawa asam amino. Dari persamaan fotosintesis :
6CO2 + 6H2O → C6H12O6 + 6O2
menunjukkan hubungan antara zat – zat yang dipakai dan dihasilkan dalam proses tersebut. Reaksi gelap dalam fotosintesis merupakan serangkaian reaksi yang melibatkan pengambilan CO2 oleh tumbuhan dan reduksi CO2 oleh atom hidrogen.
Tanaman Sansevieria trifasciata menyerap polutan melalui 2 tahap. Pertama, melalui proses penyerapan dan pemecahan. Tanaman menyerap senyawa organik melalui stomata bersamaan dengan proses respirasi, transpirasi, dan fotosintesis. Senyawa organik lalu dipecah menjadi ion yang dapat diserap oleh jaringan tanaman. Kedua, saat pelepasan oksigen berlangsung, senyawa racun yang menumpuk di jaringan akar ikut dilepas ke udara (Lanny, 2005). Hasil penelitian sejenis dilakukan oleh Wolverton Environmental Service yang menyebutkan bahwa sehelai daun Sansevieria trifasciata mampu menyerap formaldehid sebanyak 0,938 µg/jam.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
 

Blogger news

Cari Blog Ini