Halaman

Jumat, 25 Januari 2013

Dibalik ibukota provinsi yang megah

Dusun Deliksari, Sukorejo, Kota Semarang.
Sebuah daerah di pinggiran kota yang jauh dari perhatian. Yang menjadi sorotan utama adalah masalah sanitasi. Wajar saja karena daerah ini kurang tersentuh.

Air bersih


Dalam satu dusun hanya ada satu sumber air sumur yang digunakan oleh semua warga Deliksari, merekapun harus mengangkut air dari sumur ke rumah masing-masing saat musim hujan. Berbeda saat musim kemarau mereka harus menunggu pasokan air dari PDA berasal dari luar daerah melalui tangki-tangki air, itupun jumlahnya terbatas harus bisa dibagi rata pada semua warga. Kualitas air sumur pun tidak diketahui karena tidak adanya pemeriksaan air secara periodik.

Sampah

Sebagian besar warga masih membuang sampah pada pekarangan kosong disebelah rumahnya. Kebiasaan tersebut didukung dengan tidak adanya petugas pengangkut sampah yang mengambil sampah dan mengangkut sampah menuju tempat pembuangan akhir (TPA). Sehingga warga terus membuang sampahnya sembarangan tanpa memperhatikan dampaknya bagi kesehatan.

Sungguh keadaan yang memprihatinkan. Butuh promosi kesehatan agar masyarakat dapat mengetahui tentang kesehatan lingkungan dan dampaknya bagi kesehatan dan didukung dengan bantuan pemerintah terhadap sarana dan prasarana kebersihan.

Rabu, 23 Januari 2013

Sampah Bukan Sumber Musibah



Pemakaian barang ataupun bahan oleh manusia tidak selalu terpakai habis, walaupun terpakai habis, akhirnya bila bahan tersebut digunakan atau dimakan akan menghasilkan bahan buangan. Pada awal kehidupan manusia sampah belum menjadi suatu masalah, tetapi dengan bertambahnya penduduk dengan ruang untuk hidup tetap, maka makin hari menjadi masalah yang cukup besar. Hal ini jelas bila kita lihat modernisasi kehidupan, perkembangan teknologi sehingga meningkatkan aktivitas manusia. Sehubungan dengan kegiatan manusia, maka permasalahan sampah akan berkaitan baik dari segi sosial, ekonomi, dan budaya.
Kesehatan seseorang maupun masyarakat merupakan masalah sosial yang saling berkaitan antara komponen-komponen yang ada di dalam masyarakat. Sampah sendiri, bila diamankan tidak menjadi potensi-potensi yang berpengaruh terhadap lingkungan. Namun demikian sering kita temui bahwa sampah tidak berada pada tempat yang menjamin keamanan lingkungan. Sampah yang kurang diperhatikan tersebut dapat befungsi sebagai tempat berkembangnya serangga ataupun binatang mengerat yang dikenal sebagai vektor penyakit menular. Di samping itu sampah dapat menimbulkan pencemaran udara, air, maupun tanah yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan.
Secara umum pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan lingkungan akan dapat mengakibatkan tempat berkembang dan sarang dari pada serangga dan tikus, menjadi sumber pengotoran tanah sumber-sumber air permukaan tanah/air dalam tanah maupun udara, dan menjadi sumber dan tempat hidup dari kuman- kuman yang membahayakan kesehatan.
Bertambahnya penduduk dan berubahnya pola konsumsi masyarakat menyebabkan bertambahnya volume, jenis, dan karakter sampah. Berdasarkan data statistik persampahan di Indonesia tahun 2008, sistem penanganan sampah setelah sampah dikumpulkan masyarakat dari permukiman jumlah sampah yang diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sebesar 11,6 juta ton/tahun, ditimbun 1,6 juta ton/tahun, dibuat kompos 1,2 juta ton/tahun, dibakar 0,8 juta ton/tahun, dan sampah yang dibuang ke sungai 0,6 juta ton/tahun.
Berdasarkan data statistik persampahan Indonesia tersebut menunjukkan bahwa sebagian masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, belum membei nilai sebagai sumberdaya yang bisa dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah.
Sistem yang dilakukan selama ini belum menyelesaikan masalah sampah, akan tetapi dapat menimbulkan masalah baru di tempat lain, karena TPA sudah tidak dapat menampung lagi sampah yang dihasilkan oleh masyarakat. Timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi TPA berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Selain itu menyebabkan masyarakat menjadi resisten terhadap TPA karena dianggap menimbulkan polusi dan merugikan. Bau yang tak sedap dari sampah, banyaknya lalat, adanya lindi, dapat berdampak pada gangguan kesehatan masyarakat sekitar dan munculnya pencemaran tanah serta pencemaran air.
Oleh karena itu perlu adanya sistem pengelolaan sampah dengan tetap berpedoman pada 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang diterapkan melalui berbagai inovasi sehingga dapat diterapkan di masyarakat. Dengan demikian dapat meminimalisir jumlah sampah yang ada di TPA.

Diberdayakan oleh Blogger.
 

Blogger news

Cari Blog Ini