Halaman

Selasa, 31 Januari 2012

Kompetensi Ahli Madya Kesehatan Lingkungan


Kompetensi Ahli Madya Kesehatan Lingkungan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 373/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Sanitarian, yaitu sebagai berikut :
    1. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik air dan limbah cair.
    1. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia air dan limbah cair.
    2. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi air dan limbah cair.
    3. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik udara/kebisingan, getaran, kelembaban, kecepatan angin, dan radiasi.
    4. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia udara.
    5. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi udara.
    6. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik tanah dan limbah padat.
    7. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia tanah dan limbah padat.
    8. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi dan parasitilogi tanah dan limbah padat.
    9. Melakukan pemeriksaan kualitas fisik makanan dan minuman.
    10. Melakukan pemeriksaan kualitas kimia makanan dan minuman.
    11. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi dan parasitologi makanan dan minuman.
    12. Melakukan pemeriksaan kualitas mikrobiologi dan parasitologi sampel usap alat makanan dan minuman serta usap rektum.
    13. Melakukan survei vektor dan binatang pengganggu.
    14. Melakukan pengukuran kuantitas air dan limbah cair.
    15. Mengidentifikasi makro dan mikro bentos di badan air.
    16. Melakukan analisis dampak kesehatan lingkungan.
    17. Melakukan pemeriksaan sampel toksikan dan biomonitoring.
    18. Mengelola program hygiene industri, kesehatan, dan keselamatan kerja.
    19. Merancang, mengoperasikan peralatan pengolahan sampah.
    20. Mengoperasikan alat pengeboran.
    21. Melakukan pendugaan air tanah.
    22. Melakukan pengeboran air tanah untuk pembangunan sarana air tanah.
    23. Mengkalibrasi dan memelihara peralatan pengujian.
    24. Mengoperasikan alat-alat aplikasi pengendalian vektor.
    25. Mengoperasikan alat-alat pengambilan sampel udara.
    26. Melakukan kegiatan penyuluhan dan pelatihan.
    27. Melakukan pengelolaan sanitasi linen.
    28. Melakukan pengelolaan limbah padat sesuai dengan jenisnya.
    29. Melakukan pengendalian vektor dan binatang pengganggu.
    30. Melakukan pengelolaan pembuangan tinja.
    31. Monitoring pengelolaan limbah berbahaya dan beracun.
    32. Melakukan surveillans kesehatan lingkungan.
    33. Berwirausaha di bidang pelayanan kesehatan lingkungan.
    34. Melakukan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan lingkungan.
    35. Menilai kondisi kesehatan perumahan.
    36. Menerapkan prinsip-prinsip sanitasi pengelolaan makanan.
    37. Menerapkan HACCP dalam pengelolaan makanan.
    38. Mengawasi sanitasi tempat pembuatan, penjualan, penyimpanan, pengangkutan, dan penggunaan pestisida.
    39. Mengawasi sanitasi tempat-tempat umum.
    40. Melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan.
    41. Merancang teknologi tepat guna dan ramah lingkungan.
    42. Melakukan intervensi administratif sesuai hasil analisis sampel air, tanah, udara, limbah makanan, minuman, vektor, dan binatang pengganggu.
    43. Melakukan intervensi teknis sesuai hasil analisis sampel air, tanah, udara, limbah, vektor, dan binatang pengganggu.
    44. Melakukan intervensi sosial sesuai hasil analisis sampel air, tanah, udara, limbah makanan dan minuman, vektor, dan binatang pengganggu.
    45. Mengelola klinik sanitasi.

Berdasarkan 46 Kompetensi tersebut dipilih materi uji dari Kompetensi Kritis sebanyak  5 bidang ilmu yaitu :

1.    Penyehatan Udara

2.    Penyehatan Air

3.    Penyehatan Tanah

4.    Penyehatan Makanan dan Minuman

5.    Pengendalian Vektor dan binatang Pengganggu

Sabtu, 28 Januari 2012

Aplikasi Tanaman Kayu Apu (Pistia stratiotes l) dan Kiambang (Salvinia natans) untuk Menurunkan Kadar Fosfat Limbah Laundry


Yogyakarta merupakan kota pelajar, kota wisata, dan kota yang menjadi tujuan masyarakat untuk mencari nafkah. Sejalan dengan kegiatan masyarakat di kota tersebut yang semakin padat, maka sangat sedikit sekali waktu yang dimiliki untuk mencuci sendiri sehingga menggunakan jasa. Dewasa ini banyak muncul industri industri kecil laundry. Laundry merupakan bagian dari industri rumah tangga yang melayani jasa pencucian baju, seprei, karpet, dan lain-lain.
Bahan utama yang digunakan dalam industri ini adalah deterjen. Laundry merupakan kegiatan usaha jasa yang banyak menghasilkan limbah cair. Pembuangan limbah yang berasal dari kegiatan usaha laundry masih dibuang ke lingkungan tanpa ada pengolahan. Limbah laundry mengandung fosfat yang tinggi. Fosfat ini berasal dari Sodium Tripolyphosphate (STPP) yang merupakan salah satu bahan yang kadarnya besar dalam detergen. Dalam detergen, STPP ini berfungsi sebagai builder yang merupakan unsur penting kedua setelah surfaktan karena kemampuannya menonaktifkan mineral.
Deterjen yang tersisa dan yang tidak dapat terurai akan mencemari lingkungan/ badan air yang berakibat meningkatnya pertumbuhan ganggang yang disebut dengan algae bloom. Fosfat adalah penyubur nutrien dalam pertumbuhan tanaman tersebut. Sehingga dengan banyaknya fosfat yang dibuang ke badan air maka nutrient juga menjadi berlebihan dalam ekosistem air yang akan mengakibatkaan pencemaran. Pencemaran tersebut dikenal dengan Eutrofikasi merupakan yang diakibatkan oleh limbah fosfat (PO3-), khususnya dalam ekosistem air tawar. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L.
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan yang berhubungan dengan masalah lingkungan hidup, diantaranya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.18 tahun 1999 Tentang pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3). Peraturan Pemerintah juga mengatur  antara lain limbah yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang dibuang ke lingkungan (udara dan perairan) harus sesuai dengan baku mutu lingkungan.
Selain berdampak negatif pada lingkungan, fosfat juga berdampak negatif pada kesehatan manusia. Hal ini terjadi apabila fosfat pada air limbah tersebut mencemari air bersih yang dikonsumsi oleh manusia. Dampak bagi kesehatan manusia diantaranya timbulnya Septicema (keracunan dalam darah). Septicema ini dimulai dengan sakit gigi, bintik-bintik pada lapisan mukosa gigi, abses pada tulang rahang, terjadi demam menggigil, dan bisa berakibat kematian (Murtikowati Endang, 1999). Selain itu kadar fosfat yang tinggi dapat menyebabkan iritasi pada mukosa saluran pencernaan, dengan tanda mual, muntah, sakit perut, pendarahan pada saluran pencernaan, acidosis, dan shock.
Permasalahan tersebut maka diperlukan suatu upaya pengolahan limbah yang berasal dari kegiatan laundry untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Fitoremediasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-bagiannya untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran lingkungan baik secara ex-situ menggunakan kolam buatan atau reactor maupun in-situ (langsung di lapangan) pada tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah (Subroto, 1996). Tujuannya untuk mengurangi limbah deterjen di perairan tanpa membutuhkan biaya yang banyak dengan memanfaatkan kemampuan tanaman air dalam menyerap unsur hara.

Kiambang merupakan nama umum bagi paku air dari genus Salvinia. Tumbuhan ini biasa ditemukan mengapung di air menggenang, seperti kolam, sawah dan danau, atau di sungai yang mengalir tenang.
Kiambang memiliki dua tipe daun yang sangat berbeda. Daun yang tumbuh di permukaan air berbentuk cuping agak melingkar, berklorofil sehingga berwarna hijau, dan permukaannya ditutupi rambut berwarna putih agak transparan. Rambut-rambut ini mencegah daun menjadi basah dan juga membantu kiambang mengapung. Daun tipe kedua tumbuh di dalam air berbentuk sangat mirip akar, tidak berklorofil dan berfungsi menangkap hara dari air seperti akar. Kiambang tidak menghasilkan bunga karena masuk golongan paku-pakuan. Kiambang bersifat heterospor, memiliki dua tipe spora: makrospora yang akan tumbuh menjadi protalus betina dan mikrospora yang akan tumbuh menjadi protalus jantan. Paku air ini tidak memiliki nilai ekonomi tinggi, kecuali sebagai sumber humus (karena tumbuhnya pesat dan orang mengumpulkannya untuk dijadikan pupuk), kadang-kadang dipakai sebagai bagian dari dekorasi dalam ruang, atau sebagai tanaman hias di kolam atau akuarium. Karena dapat tumbuh sangat rapat hingga menutupi permukaan sungai atau danau.
Kayu apu (Pistia stratiotes) merupakan tumbuhan air yang biasa dijumpai mengapung di perairan tenang atau kolam. Ia juga populer sebagai tumbuhan pelindung akuarium. Tumbuhan ini adalah satu-satunya anggota marga Pistia.
Aktivitas tanaman tersebut mampu mengolah air limbah dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Selain itu dapat menurunkan partikel tersuspensisecara biokimiawi (berlangsung agak lambat) dan mampu menyerap logam-logam berat seperti Cr, Pb, Hg, Cd, Cu, Fe, Mn, Zn dengan baik,kemampuan menyerap logam persatuan berat kering lebih tinggi pada umur muda dari pada umur tua.
 
Jadi sistem pengolahan dimulai dari inlet ke bak equalisasi untuk menghomogenkan limbah dan mengatur pH dengan menambahkan NaOH jika limbah terlalu asam hingga pH menjadi 6-9, setelah itu masuk ke bak fitoremediasi melalui filtrasi kerikil yang selanjutnya fitoremediasi tanaman air dan melalui filtrasi kerikil kembali dan menuju ke bak koagulasi dengan penambahan koagulan berupa tawas yang telah melalui jartest, yang kemudian masuk ke bak sedimentasi, dan  limbah keluar menuju outlet. Pada pengolahan ini tanaman air yang digunakan gabungan 2 jenis tanaman untuk menurunkan kadar fosfat.

Kamis, 19 Januari 2012

Selamatkan Pencemaran Udara Penyebab Punahnya Bumi Dengan Sansiviera trifasciata


Udara merupakan salah satu contoh lingkungan fisik yang terdiri dari 78% Nitrogen, 20% Oksigen, 0,93% Argon, 0,03% Karbon Dioksida (CO2), dan sisanya berupa Neon (Ne), Helium (He), Methan (CH4), dan gas Hidrogen (H2). Apabila komposisi udara normal mengalami perubahan dan penambahan gas – gas lain yang menimbulkan gangguan kesehatan maka udara mengalami pencemaran (Soedomo, 2001).
Pencemaran udara sebagaimana tercantum dalam Undang – Undang No 23 Tahun 1997 adalah masuk atau dimasukkannya zat, energi, atau makhluk hidup ke dalam lingkungan udara oleh karena kegiatan manusia tau alam dan / atau perupahan tatanan yang menyebabkan turunnya kualitas udara sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana peruntukannya. Sumber pencemaran udara yaitu dari kegiatan alam (internal) dan faktor lain (eksternal) seperti transportasi kendaraan bermotor. Kota Yogyakarta yang mempunyai luas sekitar 32,5 km2 merupakan wilayah yang cukup padat dengan berbagai aktivitas yaitu pendidikan, usaha, pariwisata, kegiatan pabrik, dan kegiatan rumah tangga. Aktivitas – aktivitas tersebut menimbulkan dampak yaitu pencemaran udara yang ditimbulkan dari pergerakan manusia terutama transportasi.
Menurut sekretaris Balai Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Puji Astuti, hingga kini asap dari kendaraan bermotor masih menjadi penyebab utama polusi udara di Yogyakarta. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta, berakibat pada memburuknya kualitas udara bahkan di titik tertentu sudah melebihi batas. 
Hasil uji udara ambien tahun 2010 di Jalan Godean KM 4,5 CO2 283985 gr/m3, NO2 0,28 gr/m3, SOx 0,8173 gr/m3, dan CO 0,238624 gr/m3. Sesuai Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No 153 tahun 2002 tentang baku mutu udara ambien, yaitu CO yang diperbolehkan adalah 30.000 µg/m3. Dari data tersebut menunjukkan bahwa CO sudah melebihi Nilai Ambang Batas (NAB).
Dampak pencemaran udara tersebut adalah meningkatnya suhu lokal maupun global, penyakit pernafasan, meningkatnya timbal dalam darah, darah tinggi, gangguan jantung, dan penurunan IQ terutama pada anak. Karbon monoksida dan Hidrokarbon yang meningkat dapat menyebabkan berat badan bayi rendah dan meningkatkan kematian bayi serta kerusakan otak dan dalam jumlah yang kecil dapat menimbulkan gangguan jantung serta gerakan otot (Moore Curtis, 2007).
Pemerintah Kota Yogyakarta melalui BLH juga telah melakukan program Langit Biru yang bertujuan untuk mengendalikan dan mencegah pencemaran udara serta mewujudkan perilaku sadar lingkungan pada sumber pencemar terutama kendaraan bermotor yang jumlahnya terus meningkat. Namun program tersebut belum sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat karena kurangnya kesadaran dalam melindungi bumi ini. Selain itu karena alasan untuk lebih cepat dan mudah dengan tetap menggunakan kendaraan bermotor, serta kurangnya lahan untuk melakukan program penghijauan di kota.
Menurut Murdoko (2007), tanaman hias lidah mertua (Sansevieria trifasciata) mengandung bahan aktif pregnane glikosid yang mampu mereduksi polutan menjadi asam organik, gula, dan senyawa asam amino. Tanaman ini banyak dijumpai di halaman rumah karena tanaman ini mudah dalam perbanyakan dan mudah didapatkan serta tidak membutuhkan air dalam jumlah yang banyak untuk tumbuh dan berkembang. Riset yang telah dilakukan oleh Wolverton Environmental Service menyebutkan bahwa sehelai daun Sansevieria trifasciata mampu menyerap formaldehid sebanyak 0,938 µg/jam.
Berdasarkan uraian tersebut, untuk memberikan alternatif yang mudah dalam pengendalian pencemaran udara dengan menggunakan tanaman hias lidah mertua (Sansevieria trifasciata ) maka penulis tertarik untuk mengangkat judul Selamatkan Udara yang dapat Menjadi Penyebab Punahnya Bumi dengan Sansevieria trifasciata. 

Pencemaran Udara
 Pencemaran udara terjadi apabila ada perubahan komponen udara normal dalam waktu dan konsentrasi tertentu yang dapat menimbulkan akibat buruk pada manusia, binatang, tumbuhan, dan benda lain. Salah satu sumber utama penyebab pencemaran udara yaitu emisi sumber pencemar bergerak atau kendaraan bermotor. Pertumbuhan jumlah kendaraan yang sangat pesat menyebabkan kemacetan lalu lintas bertambah sehingga menambah bahan pencemar di udara. Apalagi masyarakat banyak menggunakan bakar bensin (premium) daripada bensin tanpa timbal (pertamax karena alasan ekonomi lebih murah, padahal bensin mengandung timbal yang mencemari udara dan berdampak pada manusia yang menghirup udara tersebut.
Berikut ini perkiraan prosentase komponen pencemaran yang bersumber dari transportasi :
Tabel 1.    Perkiraan Prosentase Komponen Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor di Indonesia
Komponen Pencemar
Prosentase
CO
70,50%
NOx
8,89%
SOx
0,83%
HC
18,34%
Partikel
1,33%
Sumber : Wardhana (2004)
Kendaraan bermotor mengeluarkan zat 0 zat berbahaya seperti timbal atau timah hitam (Pb), Suspended Particulate Matter (SPM), Nitrooksida (NOx), Hidrokarbon (HC), Karbon Monoksida (CO), dan Oksida Fotokimia (OX). Kendaraan bermotor menyumbang hampir 100% timbal, 13-44% Suspended Particulate Matter (SPM), 71-89% Hidrokarbon (HC), 34-73% Nitrooksida (NOx), dan hampir seluruhnya Karbon Monoksida (CO) (Soedomo, 2001).
Dampak pencemaran udara yaitu pada kesehatan dan lingkungan. Dampak kesehatan mengakibatkan penyakit ISPA (sesak napas, batuk, dan sakit pernafasan lainnya), meningkatnya timbal dalam darah (mengganggu fungsi ginjal, fungsi reproduksi pria, memicu asma dan kanker, darah tinggi, dan penurunan IQ pada anak), menurunkan berat badan bayi, meningkatkan kematian bayi, kerusakan otak, pusing, pingsan, penurunan kesadaran dan sistem kontrol syaraf, iritasi mata, ginjal, dan gangguan jantung bahkan dapat menyebabkan kematian. Dampak pada lingkungan dapat meningkatkan efek gas rumah kaca yang menjadi penyebab global warming.
Dengan mengetahui berbagai dampak dari pencemaran udara tersebut maka perlu dilakukan penanganan untuk mengurangi pencemaran udara di antaranya penanggulangan kemacetan lalu lintas melalui program seo segawe (sepeda kanggo sekolah lan nyambut gawe), uji emisi, penggantian bahan bakar premium menjadi pertamax, dan melaksanakan program penghijauan. Penanaman pohon berindang untuk mengurangi pencemar udara hanya dapat dilakukan di titik –titik yang memungkinkan dan mempunyai lahan yang cukup, sehingga tidak dapat ditanam di sepanjang jalan. Oleh karena itu diperlukan tanaman yang dapat menyerap gas pencemar udara yang dapat ditanam di semua tempat tanpa memerlukan lahan yang luas. 
Tanaman Sansevieria trifasciata
Berdasarkan bentuk daunnya tanaman Sanseviera atau yang dikenal di Indonesia bernama lidah mertua sebenarnya berasal dari Amerika Timur dengan jumlah lebih dari 600 spesies alami. Tanaman ini terbagi menjadi 2 jenis yaitu jenis yang berdaun panjang dimana daun tumbuh memanjang ke atas dengan ukuran 50-75 cm, memiliki daun yang meruncing seperti pedang dan jenis berdaun pendek melingkar dalam bentuk roset dengan panjang 8 cm dan lebar 3-6 cm. Kedua jenis ini berdaun tebal dan memiliki kandungan air sukulen, sehingga tahan kekeringan. Warna daunnya hijau dengan kombinasi putih kuning atau hijau kuning, dengan motif khasnya yang beralur mengikuti arah serat daun, namun ada pula yang tidak beraturan.
Klasifikasi Tanaman Sansevieria trifasciata dalam sistematika tumbuhan yaitu :
Kingdom       : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi  : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi             : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas            : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
 Sub Kelas    : Liliidae
Ordo             : Liliales
Famili            :
Agavaceae
Genus           :
Sansevieria
Spesies         : Sansevieria trifasciata
Tanaman Sansevieria trifasciata banyak tumbuh di Indonesia dan beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi antara 600-1400 meter di atas permukaan laut, temperatur siang hari 20-22,5oC dan pada malam hari 15-17,5oC, tanaman ini dapat hidup dalam berbagai kondisi (Anonim, 2005).
Sansevieria trifasciata termasuk tanaman yang tahan banting sehingga tidak sulit untuk merawatnya. Sansevieria trifasciata termasuk tanaman hias.  Selain itu tanaman ini mudah didapatkan serta mudah diperbanyak. Sansevieria trifasciata tidak membutuhkan air dalam jumlah banyak untuk tumbuh dan berkembang karena tanaman ini paling tahan kering sehingga tidak perlu disiram setiap hari. Penelitian hidroponik sistem irigasi tetes untuk melihat kebutuhan air Sansevieria trifasciata pernah dilakukan, paling baik diberi air 20 mililiter/tanaman/minggu. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara generatif dengan biji ataupun secara vegetatif dengan stek, pemisahan anakan, cabut pupuk, dan kultur jaringan (cloning) (Wijayani, 2007). 

Berdasarkan hasil penelitian Badan Penelitian Amerika Serikat (NASA) menyebutkan bahwa tanaman Sansevieria trifasciata mampu menyerap lebih dari 107 unsur polutan berbahaya yang ada di udara khususnya di daerah padat lalu lintas. Kemampuan menyerap zat polutan itu, dikarenakan adanya bahan aktif pregnane glikosid pada tanaman tersebut, yang berfungsi untuk mereduksi polutan menjadi asam organic, gula dan asam amino. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa satu helai daun tanaman Sansevieria trifasciata dapat menyerap 0.938 mikrogram per jam formalheid, suatu zat yang bila terakumulasi dalam tubuh dapat mengakibatkan kanker. 

Reaksi Pembersihan Udara oleh Sansevieria trifasciata
Tanaman Sansevieria trifasciata berupa daun yang merupakan proses fotosintesis. Permukaan atas daun tertutup selapis sel tunggal yang menyusun epidermis atas. Sel – sel ini sedikit atau tidak memiliki kloroplas. Karena itu agak transparan dan membiarkan sebagian besar cahaya yang mengenainya melewati sel – sel di bawahnya. Sel – sel tersebut juga mengeluarkan zat transparan seperti lilin yang dinamakan kutin. Bahan ini membentuk kutikula yang berfungsi sebagai penghalang lembab di permukaan atas daun tersebut, jadi mengurangi hilangnya air dalam daun.
Proses pembersihan udara dari gas beracun oleh Sansevieria trifasciata dilakukan pada saat tanaman ini fotosintesis. Tanaman ini menyerap polutan udara kemudian polutan direduksi oleh bahan aktif pregnane glikosid. Hasil dari proses fotosintesis berupa oksigen segar dan hasil uraian polutan menjadi asam organik, gula, dan senyawa asam amino. Dari persamaan fotosintesis :
6CO2 + 6H2O → C6H12O6 + 6O2
menunjukkan hubungan antara zat – zat yang dipakai dan dihasilkan dalam proses tersebut. Reaksi gelap dalam fotosintesis merupakan serangkaian reaksi yang melibatkan pengambilan CO2 oleh tumbuhan dan reduksi CO2 oleh atom hidrogen.
Tanaman Sansevieria trifasciata menyerap polutan melalui 2 tahap. Pertama, melalui proses penyerapan dan pemecahan. Tanaman menyerap senyawa organik melalui stomata bersamaan dengan proses respirasi, transpirasi, dan fotosintesis. Senyawa organik lalu dipecah menjadi ion yang dapat diserap oleh jaringan tanaman. Kedua, saat pelepasan oksigen berlangsung, senyawa racun yang menumpuk di jaringan akar ikut dilepas ke udara (Lanny, 2005). Hasil penelitian sejenis dilakukan oleh Wolverton Environmental Service yang menyebutkan bahwa sehelai daun Sansevieria trifasciata mampu menyerap formaldehid sebanyak 0,938 µg/jam.

Rabu, 18 Januari 2012

Thanks for all BEM JKL 2011

Dua tahun lamanya aku dan rekan-rekan seperjuanganku belajar dari mereka, kekompakan, kerja keras, tanggung jawab, komitmen, prestasi, pengalaman, dan percaya diri. Kini akhirnya periode kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Kesehatan Lingkungan tahun 2011 telah berakhir. Muncullah sosok pemimpin baru yang akan menggantikan peran kami menjadi perwakilan mahasiswa yang akan mengembangkan organisasi ini. Awal tahun 2012 adalah awal revolusi baru bagi BEM JKL yang diubah menjadi HIMA JKL, revolusi tak hanya nama, namun revolusi pengurus yang lebih tangguh dan bertanggung jawab.

Sebuah organisasi akan terwujud dan terlihat keberadaannya bila kekompakan dan tanggung jawab pengurusnya dapat menjadi komitmen bersama. Itulah yang kami bina pada pengurus baru HIMA JKL 2012. Latihan Dasar kepemimpinan ini bisa dibilang acara baru yg berbeda dari beberapa tahun sebelumnya. Pelatihan semi militer yang dilakukan oleh Yonif 403 di Lapangan Tembak Sentolo Yogyakarta 7-8 Januari 2011 yang dilanjutkan dengan serah terima jabatan.
Terima kasih BEM Jurusan Kesehatan Lingkungan yang telah mewarnai goresan pengalaman hidup kami. Jayalah terus untuk bersama, suksek dan jaga kekompakan.

Jumat, 06 Januari 2012

Biogas sebagai alternatif mudah memanfaatkan limbah organik

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah domestik ( rumah tangga ), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbondioksida. Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat popular digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi lebih besar dengan emisi karbondioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbondioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Komposisi biogas bervariasi tergantung dengan asal proses anaerobik yang terjadi. Gas landfill memiliki konsentrasi metana sekitar 50 %, sedangkan sistem pengolahan limbah maju dapat menghasilkan biogas dengan 55-75 % CH4. Komposisi biogas ; Komponen % Metana ( CH4 ) 55 - 75 Karbondioksida ( CO2 ) 25 - 45 Nitrogen ( N2 ) 0 – 0,3 Hidrogen ( H2 ) 1 - 5 Hidrogen Sulfida ( H2S )0 – 3 Oksigen ( O2 ) 0,1 – 0,5 Nilai kalori dari 1 m3 biogas sekitar 6000 watt jam yang setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu biogas sangat cocok digunakann sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batu bara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil. Biogas sebagian besar mengandung gas metana ) CH4 ) dan karbondioksida ( CO2 ) dan beberapa kandungan yang jumlahnya kecil diantaranya hidrogen sulfide ( H2S ) dan ammonia ( NH3 ) serta hidrogen dan nitrogen yang kandungannya sangat kecil. Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana ( CH4 ). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan energy ( nilai kalor ) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil kandungan metana semakin kecil nilai kalor. Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan memperlakukan beberapa parameter yaitu : menghilangkan hidrogen sulfur, kandungan air dan karbondioksida ( CO2 ). Hidrogen sulfur mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi, bila biogas mengandung senyawa ini maka akan menyebabkan gas yang berbahaya sehingga konsentrasi yang diijinkan maksimal 5 ppm. Bila gas dibakar maka hidrogen sulfur akan lebih berbahaya karena akan membentuk senyawa baru bersama-sama oksigen, yaitu sulfur dioksida / sulfur trioksida ( SO2 / SO3 ). Senyawa ini lebih beracun pada saat yang sama akan membentuk sulfur acid ( H2SO3 ) suatu senyawa yang lebih korosif. Parameter yang kedua adalah menghilangkan kandungan karbondioksida yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas, sehingga gas dapat digunakan untuk bahan bakar kendaraan. Kandungan air dalam biogas akan menurunkan titik penyalaan biogas serta dapat menimbulkan korosif.
Diberdayakan oleh Blogger.
 

Blogger news

Cari Blog Ini